Energi Terbarukan Akselerator Menuju Society 5.0

Sudah menjadi kenyataan bahwa saat ini angka implementasi energi terbarukan di Indonesia secara kapasitas terpasang masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Philipina.

Realita ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah tidak menarik bagi investor dari dalam dan luar negeri, serta masih kuatnya paradigma sistem dan manajemen kelistrikan terpusat/ centralized, sehingga PLN dinilai harus melistriki seluruh pelosok desa.

Dampak dari rendahnya tingkat pemanfaatan energi terbarukan yang jarang mendapatkan sorotan adalah  jam terbang dan kemampuan atau skill  sumber daya manusia kita pun semakin jauh tertinggal, yang meliputi kemampuan dan kecerdasan dalam merumuskan kebijakan, kemampuan manajerial -mengatur dan mengkordinasikan hingga keahlian teknis di lapangan.

Dampak berikutnya adalah kurangnya data yang tersedia dan valid dari berbagai sistem energi terbarukan yang telah dibangun. Data energi terbarukan yang dinamik dan data geografis yang unik disetiap lokasi menjadi sangat penting dan fundamental. Sebuah keputusan strategis yang didasari oleh data yang kaya dan punya viliditas dan realibilitas tinggi, menunjukkan keseriusan negara untuk mencapai target yang telah dicanangkan, mempermudah koordinasi dan sinergi antar institusi dan memperbesar peluang keberhasilan investasi energi terbarukan.

Selain itu, perencanaan teknis di level operator akan semakin matang, hingga prioritas  penelitian bidang energi terbarukan di perguruan tinggi pun dapat ditentukan. Apalagi saat ini dunia sedang memasuki era low carbon economy atau  a clean energy economy yang memprioritaskan dan mengoptimalkan sumber daya energi bersih setempat, pemberdayaan dan pengembangan ekonomi masyarakat, penciptaan lapangan kerja baru dan kemandirian energi daerah.

Oleh karena itu diperlukan tiga langkah strategis untuk mengejar ketertinggalan tersebut dan memperbaiki sistem yang sudah ada:

Langkah pertama, pembenahan koordinasi dan penguatan sinergi antar insitusi pemerintah seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas yang berfungsi sebagai lembaga strategik dalam membuat kebijakan pembangunan.

Kementerian ESDM yang bertugas dan bertanggung-jawab atas penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang energi, mulai dari perumusan kebijakan sampai fungsi pengawasan. Kementerian Keuangan yang melakukan kendali atas anggaran dan pengeluaran pemerintah, termasuk investasi dan insentif untuk energi terbarukan.

Ditingkat implementasi ada Kementerian Desa yang merencanakan pembangunan energi terbarukan di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar), Kementerian Pertanian yang mengelola sektor pertanian dan perkebunan sebagai bahan baku bioenergi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian BUMN.

Diperlukan sebuah mekanisme koordinasi dan sinergi dalam bentuk forum atau badan koordinasi khusus antar kementerian yang terus memutakhirkan data, mengolah dan menganalisisnya dalam `satu pintu` sehingga terjadi akselerasi kinerja antar kementerian sampai tersebarnya informasi yang terpercaya/trusted keseluruh stakeholder energi terbarukan.

Langkah kedua, meningkatkan grafik implementasi teknologi energi terbarukan yang sudah terbukti handal seperti sistem photovoltaic (PV), digester limbah sawit dan turbin angin secara masif  diberbagai area dan sektor seperti perkotaan dan desa, perumahan dan industri. Sektor industri adalah sektor yang paling siap dalam memanfaatan energi terbarukan dan melakukan jual-beli listrik ke PLN, karena keunggulan infrastruktur, lengkapnya fasilitas, sarana dan prasarana serta kesiapan sumber daya manusianya yang sudah terlatih.

Untuk listrik pedesaan, pimpinan pemerintah daerah diberikan keleluasaan dan kuasa yang besar untuk mengelola sumber energi terbarukan demi memenuhi kebutuhan listrik yang pantas bagi masyarakatnya.

Pihak swasta yang kredibel pun mulai diberi ruang untuk  menjadi mitra pengembangan listrik daerah dengan pemda setempat, terobosan kebijakan ini penting untuk menciptakan iklim kompetisi pada usaha pelayanan kelistrikan, dan mulai meninggalkan praktek monopoli yang rentan akan korupsi.

Ditingkat pasar, saat ini ada dua institusi penting yaitu Pertamina dan PLN yang melakukan bisnis energi secara langsung, menjual serta membeli listrik dan bahan bakar nabati-biofuel  dengan pihak swasta atau masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kebijakan pemerintah yang mendorong  masyarakat untuk melakukan bisnis energi ke kedua instansi tersebut.

Tanpa adanya stimulus ini maka angka pertumbuhan bauran energi terbarukan akan berjalan sangat lambat. Dengan masif dan maraknya implementasi energi terbarukan di setiap daerah, maka akan dapat diketahui dengan pasti teknologi energi terbarukan seperti apa yang paling tepat sehingga energinya selalu tersedia dengan biaya serendah mungkin atau dikenal dengan jargon highest available of energy at the lowest possible cost.

Langkah ketiga, meretas pembangunan sistem industri teknologi energi terbarukan  berbasis  sains dan teknologi. Perlu diketahui bahwa di kawasan ASEAN industri teknologi energi terbarukan masih sangat kecil, hampir semua produk dipasaran seperti panel surya, turbin angin, baterai dan konverter  diimpor sebagai besar dari China, disusul Eropa dan saat ini mulai masuk produk India.

Langkah ini bertujuan agar Indonesia mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan memproduksi teknologi yang sesuai dengan karakter potensi alamnya dan tingkat kebutuhan energi yang dipengaruhi oleh kultur dan pola hidup masyarakatnya.

Teknologi energi terbarukan di pedesaan atau daerah 3T tidak memerlukan teknologi yang canggih / sophisticated – yang penting handal, tidak terlalu banyak fitur dan harganya terjangkau. Hal ini berbeda dengan teknologi energi terbarukan untuk masyarakat kota, dibutuhkan teknologi yang canggih dan berkualitas prima karena akan terhubung dengan jaringan listrik PLN.

Disini peran Kemenristekdikti dan Kementerian Perindustrian sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa luaran pengembangan riset energi terbarukan yang telah dan sedang dilakukan di perguruan tinggi serta lembaga penelitian seperti BPPT dan LIPI nantinya mampu  diserap oleh pasar dalam negeri

Terakhir,  dengan ditopang perkembangan  artificial intelligent (AI), internet of things (IoT) dan big data-dalam konteks energi, kesemuanya itu akan digunakan untuk mendigitalisasi data energi dunia, mengintegrasikan antara cyberspace/dunia maya dengan physical space/dunia nyata sehingga menciptakan sebuah value atau nilai baru yaitu terbentuknya berbagai model bisnis energi berbasis data digital seperti virtual power plant, peer to peer energy trading dll, terbentuknya sistem suplai energi yang sangat efisien, bersih, handal dan terjangkau.

Tatanan masyarakat inilah yang sedang dituju dunia-Society 5.0,  dimana energi terbarukan menjadi salah satu pilar utama keberhasilan untuk mewujudkannya.

–##–

oleh :

* Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan adalah Direktur Pusat Riset Energi Terbarukan Wilayah Tropis/TREC, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

di Hijauku